WildSumatra

Wednesday, December 07, 2005

Keragaman Jenis Burung di Area Konsesi PT Nusa Lease Timber Corp dan PT Serestra II Jambi


Wilson Novarino & Anas Salsabila
Jurnal Biologila Vol. 1, No. 9, Th. 2003. Perhimpunan Biologi Cabang Padang

ABSTRACT
The survey on Avian Diversity on concession area PT Nusalease Timber Corp (Sungai Matenang) and PT Serestra II (Camp Sengak) has been done since November until December 2000. The studies carried out on three-line observation, logging road, cutting forest and undisturbed forest. Area on PT NTC separated to 2 elevation region above and below 800 m asl, area on PT Serestra II located on 450 to 750 m asl. Twenty species list method were using in this studies. 102 birds species observed on PT NTC, 77 species below 800 m ASL, 65 above 800 m asl, and 40 species fond on both elevation. In PT Sersetra II area, only 82 bird species was observed, given 124 bird species for both concession area. Four bird’s species in this study listed as endemic birds species for Sumatra.


ABSTRAK


Pengamatan keragaman jenis burung di kawasan HPH PT Nusalease Timber Corp (Sungai Matenang) dan PT Serestra II (Camp Sengak), telah dilakukan pada bulan November sampai Desember 2000. Pengamatan dilakukan pada tiga jalur pengamatan yaitu jalan logging, hutan bekas tebangan dan hutan yang belum ditebang. Daerah PT NTC dibedakan antara hutan dataran rendah (<> 800 m dpl) sedangkan di areal PT Serestra ketinggian daerah pengamatan berkisar antara 450 – 750 m dpl. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metoda twenty species list. Sebanyak 102 jenis burung berhasil diamati pada kawasan PT NTC, 77 jenis dibawah 800 m dpl dan 65 jenis diatas 800 m dpl, 40 jenis dijumpai pada kedua area ketinggian. Pada Kawasan PT Serestra II hanya tercatat 82 jenis burung, dengan total 124 jenis burung untuk kedua lokasi HPH. Dari jenis-jenis burung yang dijumpai 4 jenis diantaranya merupakan jenis burung endemik di Sumatera.

PENDAHULUAN
Indonesia menduduki posisi yang penting dalam peta keanekaragaman hayati dunia. Secara global Indonesia termasuk dalam tiga besar negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati terbesar (mega diversity countries), bersama dengan Brazil dan Zaire. 17 % dari total jenis burung di dunia dapat dijumpai di Indonesia (1531 jenis), dengan 381 jenis diantaranya merupakan jenis burung endemik. 583 jenis tercatat mendiami Pulau Sumatera, dengan 438 jenis (75 %) merupakan jenis yang berbiak di Sumatera (Andrewm 1992). Jumlah ini meningkat jadi 602 dan 450 jika digabungkan dengan jenis-jenis lain yang mendiami pulau-pulau kecil disepanjang pantai sumatera. Dua belas jenis dari jenis-burung diatas merupakan jenis burung yang endemik didataran Sumatera (Marle and Voous, 1988)
Sumatera merupakan pulau dengan tingkat keendemikan burung paling rendah diantara pulau-pulau di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan sejarah geologis pemisahannya dari dataran Asia. Mackinnon and Phillips (1993) menyatakan bahwa Sumatera memiliki 306 jenis burung (77 %) yang juga terdapat di Kalimantan, 345 jenis (87 %) yang juga terdapat disemenanjung Malaya dan 211 jenis (53 %) yang terdapat di Jawa
Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya, manusia telah mempersempit luas habitat burung di Sumatera. Upaya penetapan kawasan konservasi yang mencapai 30 buah dengan luas mencapai 45.000 km 2 atau 10 % dari total luas Sumatera seharusnya mampu menahan laju kepunahan burung-burung di Sumatera. Namun kegiatan-kegiatan illegal dalam kawasan tersebut mengakibatkan upaya konservasi yang dilakukan belum bisa mencapai titik optimum. Selain itu bentuk konversi hutan dalam bentuk konsesi area diyakini memberikan pengaruh yang nyata bagi kehidupan avifauna didaerah tersebut.
Tulisan ini secara garis besar mengambarkan hasil pengamatan keanekaragaman jenis burung dengan metoda twenty species list di kawasan konsesi area (HPH) PT Nusalease Timber Corporation (Sungai Matenang) dan PT Serestra II (Camp Sengak) Propinsi Jambi. Kedua perusahaan ini menerapkan pola Tebang Pilih Tanam Indonesia, dengan pola kisaran pohon yang ditebang dengan diameter diatas 60 cm.

BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat
Pengamatan dilakukan pada Bulan November sampai Desember 2000 di dua kawasan konsesi yaitu PT Nusalease Timber Corporation (PT NTC) dan PT Serestra II Propinsi Jambi. Pengamatan dilakukan pada tiga jalur pengamatan yaitu jalan logging, hutan bekas tebangan dan hutan yang belum ditebang. Jalur logging yang dilalui pada PT NTC merupakan jalur utama antara Base Camp ke blok tebangan RKT 1999/2000. hutan bekas tebangan merupakan realisasi RKT 1998/1999 dan hutan yang belum ditebang merupakan RKT 2000/2001 dan daerah pinggir aliran sungai. Lokasi pengamatan secara umum dipisahkan antara hutan dataran rendah (<> 800 m dpl). Lokasi pada hutan dataran rendah merupakan daerah yang sudah ditebang, sedangkan pada dataran tinggi merupakan daerah yang sudah, sedang dan akan ditebang.
Untuk kawasan PT Serestra II, jalan logging memanjang dari Base Camp, melintasi blok tebangan RKT 1992/1993, 1993/1994, 1994/1995 dan RKT 2001/2002. Pengamatan pada hutan bekas tebangan dilakukan dengan menyusuri batas blok hutan RKT 1992/1993, 1993/1994 (RKT 1994/1995 tidak bisa dijangkau karena terlalu jauh). Untuk hutan yang belum ditebang dilakukan pada blok RKT 2001/2002 dan Kebun bibit. Ketinggian daerah pengamatan berkisar antara 450 – 750 m dpl.

Cara kerja
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metoda twenty species list (Mackinnon and Phillips, 1993). Setiap jenis burung yang dijumpai dicatat dalam suatu daftar yang memuat nama dua puluh jenis burung yang dijumpai, setelah itu pencatatan dimulai pada daftar yang baru. Daftar ini digunakan untuk membuat kurva kekayaan jenis burung pada lokasi penelitian.
Pengamatan dilakukan dari pukul 6.00 pagi sampai 11.00 dan sore hari 15.00-17.30 (kecuali hari hujan) Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Binoculer (Swarovski), GPS Garmin 12 XL, Field scope Nikon, dan Kamera Nikon 801S. Sebagai panduan identifikasi lapangan digunakan buku Mackinnon and Phillips (1993) dan King, Woodcoock and Dickinson (1975).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Jenis
Pengamatan terhadap jenis burung dengan menggunakan metoda Twenty species list belum berhasil mencapai asimtof. Serestra II menunjukkan pertambahan jumlah jenis yang lebih landai dengan total jenis yang teramati 82 jenis. Sebanyak 102 jenis burung diamati pada kawasan PT NTC, 77 jenis dibawah 800 m dpl dan 65 diatas 800 m dpl, 40 jenis dijumpai pada kedua area ketinggian (Lampiran 1). Jika dilihat pada kurva pengamatan, walaupun Serestra II mempunyai jumlah jenis yang tertinggi namun penambahan jumlah jenis lebih banyak pada daerah NTC diatas ketinggian 800 m dpl, hal ini semakin terlihat jika pembandingan dilakukan untuk pertambahan jumlah jenis pada lima tabel pertama.

Gambar 1. Kurva pertambahan jenis burung yang teramati di lokasi penelitian
Gambar 1. diatas menunjukkan bahwa masih terjadi penambahan jumlah jenis yang cukup tinggi, dan tentunya akan bertambah jika luas daerah penelitian ditambah. Menurut Poulsen, Krabbe, Floander, Hinojosa dan Quiroga, (1997), penggunaan metoda twenty spcies list ini memang sangat baik digunakan untuk pendugaan secara cepat kekayaan avifauna disuatu daerah. Metoda ini juga dapat memberikan gambaran a) apakah daerah yang disurvai sudah mencukupi, b) kecenderungan kekayaan jenis c) kelimpahan relatif setiap jenis dan d) α indeks keragaman. Pada Gambar 2. berikut ditampilkan perbandingan jumlah jenis yang dijumpai berdasarkan jalur pengamatan.

Gambar 2. Perbandingan jumlah jenis burung yang dijumpai berdasarkan jalur pengamatan

Pada grafik diatas terlihat bahwa jumlah jenis yang dijumpai pada hutan bekas tebangan lebih banyak dibandingkan daerah jalan dan hutan yang belum ditebang. Hal ini disebabkan karena hutan yang bekas ditebang mempunyai tingkatan stratifikasi yang lebih banyak dibandingkan daerah lainnya. Selain itu efek pembalakan menimbulkan proses regenerasi dimana tumbuhan pioneer bercampur dengan vegetasi awal. Hal ini menyebabkan keragaman tumbuhan yang lebih tinggi, sehingga secara tidak langsung menyediakan makanan yang lebih bervariasi bagi hewan yang mendiami daerah tersebut. MacArthur (1971) cit Wiens (1989) menyatkan bahwa keragaman jenis burung pada suatu daerah sangat terkait dengan keragaman vegetasi dan stratifikasi pada habitat. Keragaman jenis burung bisa digunakan untuk meprediksi keragaman vegetasi disuatu daerah demikian pula sebaliknya.
Keberadaan Jenis Burung endemik

Keberadaan jenis-jenis endemik pada daerah pengamatan tentunya menunjukkan bahwa kegiatan konversi hutan akan sangat menganggu kelestarian mereka. Burung yang bersifat endemik sangat rentan untuk mengalami kepunahan jika habitat asli mereka terganggu.

KESIMPULAN
Sebanyak 102 jenis burung berhasil diamati pada kawasan PT NTC, 77 jenis dibawah 800 m dpl dan 65 jenis diatas 800 m dpl, 40 jenis dijumpai pada kedua area ketinggian. Pada Kawasan PT Serestra II hanya tercatat 82 jenis burung. Dari jenis-jenis burung yang dijumpai 4 jenis diantaranya merupakan jenis burung endemik di Sumatera. Beberapa jenis burung indicator kualitas hutan seperti famili Picidae dan Bucerotidae juga teramati pada kedua lokasi HPH.

TERIMAKASIH
Kegiatan pengamatan pada kedua lokasi HPH ini sepenuhnya terlaksana dengan bantuan dana dari Dr. Francis R. Lambert sejalan dengan kegiatan ICDP-TNKS. Terimakasih juga kepada pimpinan dilingkungan PT Tanjung Johor, karyawan dan karyawati HPH PT Serestra II dan PT Nusa Lease Timber Corp.

DAFTAR PUSTAKA
- Andrew, P. 1992. The Birds of Indonesia, a Checklist (Peters’ Sequence). Kukila Checklist No 1. Indonesian Ornithological Society.

- King, B., Woodcock, M. dan Dickinson, E.C. 1975. Field Gude to the Birds of South East Asia. Harper Collins Publishers. London.

- MacKinnon, J., Phillips, K. 1993. Field guide to the Birds of Sumatera, Borneo, Java and Bali (The greater Sunda Islands). Oxfor University Press. Oxford.

- Poulsen, B.O., Krabbe, N., Frolander, A., Hinojosa, M.B., and Quiroga, C.O. 1997. A Rapid Assessment of Bolivian and Ecuadorian Montane avifaunas using Twenty species Lists: Efficiency, Biases and Data Gathered. Bird Conservation International. (1997) 7:53-67.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home